Sosialisasi dan Orientasi Pelayanan Kesehatan pada OGDJ

  • Kamis, 26 Mei 2022 - 12:49:48 WIB
  • Superadmin
Sosialisasi dan Orientasi Pelayanan Kesehatan pada OGDJ

Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Barat menggelar kegiatan Sosialisasi dan Orientasi Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) bertempat di Aula Kantor Dinas Kesehatan, Senin – Rabu/ 23 -25 Mei 2022. Kegiatan tersebut di buka Oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Barat, Paulus Mami yang didampingi oleh Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Barat Adrianus Ojo dan Kepala Bidang P2P Fransiskus D.K. Gibbons. 

Dalam Sambutannya Beliau mengatakan “ Kasus ODGJ dan Kasus Pasung di Kabupaten Manggarai Barat”perlu mendapat perhatian yang Serius dari semua Pihak Terkait. Beliau juga menyampaikan bahwa melalui Sosialisasi dan Orientasi Pengelolaan dan Pelayanan Kesehatan Jiwa ini, diharapkan Pengetahuan, Pemahaman dan sumber daya kesehatan terlatih jiwa di Puskesmas dapat meningkat

Kesehatan Jiwa merupakan hal yang sama pentingnya dengan kesehatan fisik bagi manusia. Dengan sehatnya Jiwa seseorang, maka aspek kehidupan yang lain dalam dirinya akan bekerja dengan baik dan maksimal. Kondisi jiwa yang sehat tidak terlepas dari kondisi fisik yang sehat.

Kesehatan Jiwa merupakan Kondisi dimana seorang Individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya, serta kondisi di mana individu terbebas dari segala jenis gangguan jiwa dan normal dalam menjalankan hidupnya khususnya dalam menyesuaikan diri untuk menghadapi masalah-masalah yang mungkin ditemui sepanjang hidupnya. 

Dewasa ini masalah kesehatan jiwa semakin mendapat perhatian masyarakat dunia. Satu atau lebih gangguan jiwa dan perilaku, dialami oleh 25% dari seluruh penduduk pada suatu masa dari hidupnya. World Health Organization  (WHO) menemukan bahwa 24% pasien yang berobat ke pelayanan kesehatan primer memiliki diagnosis gangguan jiwa. 

Sebesar 14,3% dari gangguan psikotik tersebut atau sekitar 57 ribu kasus mengatakan pernah dipasung. Tidak sedikit masalah kesehatan jiwa tersebut dialami oleh usia produktif, bahkan sejak usia remaja. Gangguan jiwa yang sering ditemukan di pelayanan kesehatan primer antara lain adalah depresi dan cemas, baik sebagai diagnosis tersendiri maupun komorbid dengan diagnosis fisiknya.

Masalah kesehatan jiwa di Indonesia cukup besar. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018), data nasional untuk gangguan mental emosional (gejala depresi dan cemas) yang dideteksi pada penduduk usia ≥15 tahun atau lebih, dialami oleh 6% penduduk atau lebih dari 14 juta jiwa; sedangkan gangguan jiwa berat (psikotik) dialami oleh 1.7/1000 atau lebih dari 400.000 jiwa. Depresi juga dapat terjadi pada masa kehamilan dan pasca persalinan, yang dapat mempengaruhi pola asuh serta tumbuh kembang anak.

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 dan Riskesdas tahun 2018, ditemukan bahwa semakin lanjut usia, semakin tinggi gangguan mental emosional yang dideteksi. Maka upaya-upaya dalam peningkatan kesehatan jiwa masyarakat, pencegahan terhadap masalah kesehatan jiwa dan intervensi dini gangguan jiwa seyogyanya menjadi prioritas dalam mengurangi gangguan jiwa berat di masa yang akan datang.

Sementara sampai pertengahan 2021, jumlah ODGJ di Provinsi NTT termasuk yang tertinggi di Indonesia Timur dengan jumlah sebanyak 5.555 orang dengan rincian ODGJ Berat sejumlah 4.368 orang. Di Kabupaten Manggarai Barat Jumlah ODGJ Tahun 2020 sebanyak 420 Orang dan sampai dengan bulan Desember 2021 meningkat menjadi 442 kasus, yang mana belum semua penderita ODGJ ini mendapat pelayanan kesehatan maksimal di Faskes. 12 kasus masih terpasung (data akhir 2020), meningkat menjadi 52 kasus Pasung pada bulan Desember 2021. Beban yang ditimbulkan akibat masalah kesehatan jiwa cukup besar

Di samping itu masalah kesehatan jiwa tersebut dapat menimbulkan dampak sosial antara lain meningkatnya angka kekerasan baik di rumah tangga maupun di masyarakat umum, bunuh diri, penyalahgunaan napza (narkotika psikotropika dan zat adiktif lainnya), masalah dalam perkawinan dan pekerjaan, masalah di pendidikan, dan semua dampak tersebut akan mengurangi produktivitas. Hal ini perlu diantisipasi, mengingat WHO mengestimasikan depresi akan menjadi peringkat ke-2 penyebab beban akibat penyakit di dunia (global) setelah jantung pada tahun 2020, dan menjadi peringkat pertama pada tahun 2030.

Namun demikian kesenjangan pengobatan (treatment gap) antara masyarakat yang membutuhkan layanan dan yang mendapatkan layanan kesehatan jiwa di negara-negara berkembang termasuk Indonesia sangat besar yaitu lebih dari 90%. Hal ini berarti bahwa hanya kurang dari 10% pasien gangguan jiwa mendapatkan Pelayanan Kesehatan ssampai pada pengobatan. Integrasi kesehatan jiwa ini merupakan rekomendasi dari World Health Organization (WHO) serta kebijakan regional ASEAN yang telah disepakati bersama oleh tiap Negara anggota. Hal ini juga merupakan kebijakan nasional yang tercantum dalam ISU Nasional, Rencana Aksi Kesehatan Jiwa tahun 2015-2019, lampiran RPJMN 2015-2019, dan Standar Pelayanan Minimal di Provinsi dan Kabupaten/Kota Bidang Kesehatan sejak tahun 2015.

 

Penyelenggaraan Pengelolaan layanan kesehatan jiwa di puskesmas berdasarkan Isu Nasional adalah puskesmas yang memiliki tenaga kesehatan terlatih khusus kesehatan jiwa, melaksanakan upaya promotif kesehatan jiwa dan preventif terkait kesehatan jiwa, serta melaksanakan deteksi dini, penegakan diagnosis, penatalaksanaan awal dan pengelolaan rujukan balik kasus gangguan jiwa. Layanan tersebut dilakukan dengan memperhatikan komorbiditas fisik dan jiwa penderita. Layanan kesehatan primer terutama puskesmas sebagai ujung tombak layanan kesehatan di masyarakat memiliki peran yang sangat penting. Puskesmas diharapkan berperan dalam penyediaan layanan kesehatan jiwa yang terpadu dengan layanan kesehatan umum. Penyediaan layanan kesehatan jiwa dasar di puskesmas harus tetap dijalankan untuk memenuhi hak dan kebutuhan masyarakat.

Terbatasnya Pengetahuan, Pemahaman dan sumber daya kesehatan terlatih jiwa merupakan salah satu masalah yang perlu diatasi. Untuk itu perlu peningkatan kapasitas tenaga kesehatan terlatih Khusus Kesehatan Jiwa di puskesmas. Peningkatan kapasitas tersebut berupa Sosialisasi dan Orientasi Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Orang Dengan Gangguan Jiwa bagi tenaga Kesehatan (Dokter dan Perawat) di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Sosialisasi dan Orientasi Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Jiwa ini bertujuan:

Memberikan Penguatan program pelayanan kesehatan jiwa (ODGJ) dan penanganan Kasus pasung khusus di 22 wilayah kerja Puskesmas se kabupaten Manggarai Barat

Menjamin hak pelayanan ODGJ bagi seluruh masyarakat Indonesia Khususnya Manggarai Barat serta mencakup kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Terlaksananya perluasan informasi tentang penyakit ODGJ, faktor risiko ODGJ dan upaya pengendaliannya melalui kegiatan Sosialisasi di Masyarakat.

Membuat perencanaan kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan jiwa di Puskesmas

Melakukan pelacakan terhadap penderita Kesehatan Jiwa

Membuat pencatatan dan pelaporan Kesehatan Jiwa dengan Baik dan Benar

 

 Kegiatan Sosialisasi dan Orientasi ini diikuti oleh 40 (empat puluh) orang peserta yang terdiri dari dokter dan perawat pengelola program KESWA di 22  Puskesmas se Kabupaten Manggarai Barat, dengan narasumber Sosialisasi dan Orientasi Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Jiwa ini sebagai berikut : Paulus Mami, SKM sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Barat, Fransiskus D.K. Gibbons, S.Farm., Apt., sebagai Kepala Bidang P2P, Yosefina Lidia Wati Egong, SKM sebagai Sub Koordinator P2PTM dan Kesehatan Jiwa, dan B. Antonelda Marled W, S.Kep.,Ns., M.Kep.,Sp.Kep.J sebagai Fasilitator dari Community Mental Health Nurse (CMHN).

Kegiatan Sosialisasi dan Orientasi Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Jiwa ini bersumber dana DAK Non Fisik BOK Kabupaten Bidang Kesehatan Kabupaten Manggarai Barat tahun Anggaran 2022. Metode kegiatan yang digunakan adalah paparan materi oleh Narasumber, Pembagian Kelompok, diskusi dan tanya jawab, dan Permainan Kelompok. Pada akhir kegiatan dilakukan penatalaksaan Rencana Tindak lanjut .(Wathyegong-Dinkes Mabar)

  • Kamis, 26 Mei 2022 - 12:49:48 WIB
  • Superadmin

Berita Terkait Lainnya